Skip to main content

Featured Post

MENENTUKAN NISFUL LAIL DENGAN MUDAH

PELOPOR SEKOLAH WANITA KUDUS

 


Berawal dari tekad K.H. Ahmad Masdain Amin (adik Hadrotusy  Syekh KHR. Arwani Amin) pada tahun 1940 untuk mendirikan TK Banat NU sebagai awal cita-cita mencetak kader-kader muslimah yang diharapkan siap memimpin umat. Tahun 1952 berdiri MI/SD Banat NU, dan tahun 1957 berdiri MTs. Banat NU. Baru pada tanggal 3 Januari 1972 berdiri MA. Banat NU, dengan awal peserta didik 7 Peserta didik. Tahun demi tahun berkembang sehingga saat ini tahun pelajaran 2007/2008 tertampung 932 peserta didik.

Sejarah berdirinya MAK NU Banat Kudus, berawal dari Keputusan Menteri Agama No. 73 tahun 1987 tentang penyelenggaraan. Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang bersifat terbatas sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menteri Agama RI menerbitkan keputusan No. 37 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan yang agak berbeda dengan kurikulum MAPK dengan SK Dirjen Bimbaga (Dr. Zamakhsyari Dhofier) No. 272/E.14/PP.00.6/NTD/91X/94.

Pada tanggal 2 September 1994 MAK NU Banat NU Kudus secara resmi membuka Program Keagamaan dengan jumlah peserta didik pada tahun 2007/2008 116 peserta didik. Awal mula pendiri Madrasah Banat NU adalah K.H. Masda in Amin dibantu oleh K.H. Ahdlori Utsman, H. Zainuri Noor, H. Noor Dahlan dan Rodli Millah, yang tergabung dalam pengurus Madrasah Banat. Pada tahun 1981 dibentuk Yayasan Pendidikan Banat dengan akta nomor 45/81. Dengan kepengurusan Yayasan Pendidikan Banat perkembangan Madrasah dari tahun ke tahun bertambah baik, diminati oleh masyarakat dengan tamatan yang bisa diterima di masyarakat. Perguruan tinggi negeri maupun swasta, perguruan tinggi agama maupun umum pernah diisi oleh alumni Madrasah Banat NU Kudus.

Tahun 2002 lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan-yayasan warga NU bersiap diri untuk bersatu dalam perkumpulan jam iyyah NU, yang oleh PBNU penggabungannya didelegasikan kepada Pengurus Cabang Jam iyyah NU. Dengan SK PC NU Kabupaten Kudus Nomor: PC.11- 07/362/ SK/XII/2002 tertanggal 16 Desember 2002, secara resmi Badan Pelaksanaan Pendidikan Ma arif  NU (BPPM NU Banat) berkewajiban menyelenggarakan pendidikan MA NU Banat Kudus meneruskan Yayasan Pendidikan Banat NU Kudus.

Cita-cita awal berdirinya Madrasah Banat adalah untuk  membekali wanita-wanita Islam agar berpengetahuan Islam yang amali dan mampu memimpin wanita-wanita Islam untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah untuk memenuhi tuntutan-tuntutan zaman dan mampu berkompetisi positif dengan lembaga-lembaga yang lain, siap melaksanakan program pengembangan baik fisik maupun nonfisik. Alhamdulillah tahun 1998 MA Banat NU memperoleh prestasi Nasional juara III dalam HAB Depag RI dengan SK Dirjen BimGuRais tanggal 28 Desember 1998  No. E. IV/PP. (X)/ KEP/01/1999.

Tahun 2004 MA NU Banat memperoleh prestasi nasional juara II dalam HAB Depag RI dengan SK Menteri Agama RI tanggal 2 Januari 2004. MAK NU Banat, pemenang Harapan Nasional dengan pemenang MAK berprestasi MAKN Jambi, pemenang harapan MAK NU Banat dengan SK Menteri Agama RI  No. 561. MA-MAK NU Banat Kudus sampai dengan tahun pelajaran 2003/2004 membuka 4 program yaitu: Program Ilmu Keagamaan,  Program Ilmu Pengetahuan Alam, Program Ilmu Pengetahuan Sosial dan Program Bahasa. Guna memenuhi tuntutan zaman yang serasi dengan kebutuhan masyarakat, saat ini sedang dikembangkan program keterampilan berbahasa Asing (Arab / Inggris) dan keterampilan home industry sebagai ekstrakurikuler terprogram untuk menyongsong era AFTA dan pengembangan Pondok Pesantren Yanaabi ul Ulum Warrohmah (Pesantren Peserta didik-Peserta didik MAK) sebagai wadah positif mencetak kader-kader muslimah yang ilmiah, beramaliah, bertaqwa dan terampil, siap hidup di masyarakat global.[1]

Selanjutnya disusul berdirinya SMK NU BANAT berdasarkan SK. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah Nomor : 027/25544/2004  Tanggal 02 Juni 2004 tentang penetapan SMK kelas jauh SMKN I Kudus di MA NU Banat Kudus, program keahlian Tata Busana dengan penanggung jawab   KH. M. Ma’shum, AK.

Tiga tahun kemudian setelah meluluskan siswi tahun diklat 2006 / 2007, semua SMK kelas jauh diberi prioritas  ijin pendirian SMK sebagaimana dalam surat edaran Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor : 14/MPN/HK/2007 tanggal 24 Januari 2007, dan Pada tanggal 7 Mei 2007 diverifikasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus.

Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus Nomor : 425.1/1830/14.03/2007 tanggal 13 Juni 2007 tentang pemberian ijin pendirian   SMK NU Banat Kudus.[2]

Setelah penulis amati di balik kemajuan Madrasah Banat Kudus saat ini berasal dari keikhlasan KH. Ahmad Masda’in Amin lalu di lanjutkan oleh guru Madrasah Banat Kudus, betapa besarnya barokah beliau.

Dari situ kita bisa mengambil ibrah bahwa apabila kita menanam tunas pohon untuk kebaikan maka akan berimbuh selanjutnya, artinya sekecil apapun tekad kebaikan yang kita amalkan akan memberikan manfaat bagi orang lain.

A.    Profil KH. Ahmad Masda’ain Amin

KH. Ahmad Masda’in Amin merupakan adik KH. Arwani Amin beliau putra dari pasangan H. Amin Said dan Hj. Wanifah di desa Madureksan, Kerjasan, sebelah selatan masjid Menara Kudus.

Beliau adalah putra ke 7 dari 12 bersaudara. Saudara-saudaranya beliau secara berurutan adalah: Muzainah, Arwani Amin, Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, NI’mah, Muflikhah, dan Ulya.[3]

Sebutan “Mas” yang tersemat di nama beliau berawal dari kisah ketika beliau berguru kepada KH. Hasyim Asy’ari. Karena kegigihan dan kecerdasannya yang luar biasa Mbah Hasyim memanggil beliau dengan sebutan “Mas”, padahal Mbah Hasyim biasa memanggil santri dengan sebutan “Cung” berbeda dengan KH. Ahmad Masda’in Amin. sehingga gelar tersebut terkenal di Kudus “Mas Da’in”.

Pada saat masih kecil Mas Da’in suka bermain kelereng seperti anak-anak pada umumnya. Di lain hari ketika orang tua beliau sowan (Silaturrohim) ke Kyai. Kyai tersebut berkata “anakmu wes ono sing sing apal Qur’an kok” (anak kamu sudah ada yang hafal Al-Qur’an kok), namun orang tua beliau belum menyadari bahwa dari putra putrinya belum ada yang hafal Al-Qur’an. Seiring berjalannya waktu akhirnya ketahuan anak yang di bicarakan oleh sang Kyai tersebut adalah Mas Da’in, padahal di usia sangat dini yakni 8 tahun.

Dari situ kakak-kakak beliau mulai merasakan bertambahnya semangat walaupun sudah pada mengajar untuk belajar lebih giat, salah satunya KH. Arwani Amin. Tak hanya hafal Al-Qur’an KH. Ahmad Masda’in Amin bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim yang jumlahnya 7.285 Hadits, hafal 5000 Nadhom Bahjah, menguasai Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.[4]

Ketika beliau Tholabul Ilmi, beliau mengenyam di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur pernah mendapatkan hadiah 1 ringgit dari gurunya Mbah KH. Hasyim Asy’ari, karena kehebatan dan kecerdasannya dalam menghadapi ujian dari Mbah Hasyim.[5]

Bagi seorang guru lumrahnya disaat ujian membagikan lembar jawab beserta nilai setelah disalin dalam rapot. Berbeda dengan Mas Da’in beliau setelah menilai lembar jawab ujian langsung dibagikan murid-muridnya, baru malam atau sesampainya di rumah beliau memasukkan ke dalam rapot, padahal beliau tidak mencatat terlebih dahulu hasil kerja mereka, karena dlobith atau daya ingat beliau yang luar biasa.

Beliau mengetahui kemampuan seluruh muridnya, ibarat seorang Dosen Wali yang dekat dengan Mahasiswanya, ini merupakan suatu yang luar biasa pula. Salah satu muridnya adalah KH. Wahid Hasyim (Putra KH. Hasyim Asy’ari dan Ayahanda Gus Dus).

KH. Ahmad Masda’ain Amin juga mempunyai peninggalan sebuah kitab “Inqodzul Ghoriq”  انقاذ الغريق(Nadhom Sulam Taufiq), suatu karya yang luar biasa padahal seorang Kyai belum tentu bisa membuat karya seperti itu.[6]

Pernah suatu ketika KH. Sya’roni Ahmadi khataman Al-Qur’an di Solo bertempat di Masjid, yang jama’ah di situ sangat banyak sekali, mulai setengah 6 habis subuh sampai menjelang magrib. Mbah Sya’roni di tanya salah satu Kyai situ “sampyan niku nopone Mas Da’in?” (Kamu itu siapanya Mas Da’in?), sontak Mbah Sya’roni pun menjawab “kulo sak derekipun” (Saya saudranya), tetapi maksud Mbah Sya’roni “Saudara Islam”, tapi Kyai tersebut yang sedang berbicara dengan Mbah Sya’roni menyangka kalau Mbah Sya’roni itu adiknya, terus Mbah Sya’roni disalamin (dijabat tanganin) oleh orang banyak sampai beribu-ribu, itu karena Mbah Sya’roni mengaku sebagai saudaranya. Cerita itu bukan hanya di Solo saja melainkan di Gontor juga. Hal ini menandakan bahwa “Mas Da’in” masyhur di daerah tersebut.[7]

Layaknya buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, konon kelebihan Mas Da’in dan saudara-saudaranya adalah berkat orang tuanya yang senang membaca Al-Qur’an, dimana orang tuanya selalu mengkhatamkan Al-Qur’an meski tidak hafal. Sang ibu Hj. Wanifah adalah seorang yang ahli puasa dan juga pandai membuat syi’ir dengan bahasa Jawa untuk memberikan nasehat kepada putra-putrinya.

Ayahnya KH. Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi.

Yang menarik adalah, meski keduanya (H. Amin Sa’id dan istrinya) tidak hafal al-Qur’an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur’an. Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur’an sekalipun.[8]

Sayang sekali beliau dipanggil oleh Allah dalam usia yang relatif muda (28 tahun), belum sempat menikah karena perjalanan hidupnya digunakan untuk menuntut ilmu dan berjuang, terutama dalam memperjuangkan pendidikan kaum wanita, riwayat dari KH. Sya’roni Ahmadi ketika Masda’in wafat Mbah Sya’roni masih balita kurang lebih berusia 2 tahun.[9]

Madrasah Banat bisa maju sampai sekarang tidak bisa lepas dari perjuangan KH. Ahmad Masda’in Amin, untuk itu kepada generasi penerus diharapkan bisa melanjutkan perjuangan beliau dengan harapan semoga Madrasah Banat bisa eksis sampai akhir zaman.[10]


[1] MA NU BANAT, “Profil MA NU BANAT KUDUS”, http://maenubanat-kudus.blogspot.com/2011/06/ma-nu-banat-kudus.html#:~:text=Sejarah%20Berdirinya%20MA%2DMAK%20NU,dan%20tahun%201957%20berdiri%20MTs, (21 Desember 2020).

[2] Administrator, “Sejarah”, http://www.smknubanatkudus.sch.id/halaman/detail/sejarah, (21 Desember 2020).

[3] El-Banat Edisi XXIII, 22 Desember 2020

[4] KH. Sya’roni Ahmadi, wawancara, 9 Desember 2020

 

[5] El-Banat Edisi XXIII, 22 Desember 2020

[6] El-Banat Edisi XXIII, 22 Desember 2020

[7] KH. Sya’roni Ahmadi, wawancara, 9 Desember 2020

[8] Kumpulan Biografi Ulama, Biografi KH. M. Arwani Amin Kudus, https://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/04/01/biografi-kh-m-arwani-amin-kudus/, 22 Desember 2020.

[9] KH. Sya’roni Ahmadi, wawancara, 9 Desember 2020

[10] El-Banat Edisi XXIII, 22 Desember 2020

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

MENENTUKAN NISFUL LAIL DENGAN MUDAH

  Menurut ahli Fiqih Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya seluruh piringan matahari sampai terbitnya fajar shodiq. Menurut ahli Falak Siang adalah rentang waktu sejak terbitnya piringan atas matahari sampai terbenamnya seluruh piringan matahari, sedangkan malam adalah rentang waktu sejak terbenamnya piringan atas matahari sampai terbitnya piringan atas matahari. [1] Tapi sebelumnya untuk mengetahui waktu Nisful Lail kita harus mempersiapkan data terlebih dahulu yaitu waktu magrib dan waktu subuh. Setelah mengetahui waktu magrib dan waktu subuh kita perlu merubahnya ke satuan derajat dengan menggunakan tombol derajat di kalkulator scientific. Gambar 01 Foto Kalkulator Scientific Gambar 02 Foto Kalkulator Scientific Seperti gambar di atas salah satu contoh mengubah jam ke dalam satuan derajat. Berikut ini adalah langkah-langkah menentukan waktu Nisful Lail...

Sejarah Penanggalan Jawa Islam

Kalender Jawa  atau  Penanggalan Jawa  adalah sistem  penanggalan  yang digunakan oleh  Kesultanan Mataram  dan berbagai kerajaan pecahannya serta yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan  Islam , sistem  Penanggalan Hindu , dan sedikit  penanggalan Julian  yang merupakan bagian budaya Barat.   Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan siklus pekan  pancawara  yang terdiri dari lima  hari pasaran . Pada tahun  1633  Masehi (1555  Saka ),  Sultan Agung  dari Mataram berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa. Salah satu upayanya adalah mengeluarkan  dekret  yang mengganti penanggalan Saka yang berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender Qo mari ya h atau lunar (berbasis perputaran bulan). Uniknya, angka tahun Saka tetap di...